Yang Begini!, yang hanya bisa Ku Ukir bersama Sahabat
Santri Sejati

Yang Begini!, yang hanya bisa Ku Ukir bersama Sahabat

Kisah setengah nyata dan mendidik, kehidupan santri di Pondok Pesantren Al Hikmah 2.

Tapakan, derapan langkah sahabat, tiga pasang sikil yang selalu ada pada bekas jejak langah mereka, tidak pernah terpisah dalam kebersamaan. Khomsun, Ibnu dan Ipul ketiga santri tersebut sudah cukup lama nyantri di Pon. Pes Al Hikmah 2 di desa Benda, akantetapi lima tahun terakhir ini menjelang mid semester, kebersamaan mereka terhimpit oleh ruang dan waktu, keadaan yang tidak mengizinkan mereka untuk mengumbar suka dan duka bersama lagi.

H – 1 sebelum Mid semester diadakan, kejadian yang amat tragis menimpa kedaan si Ipul, Ipul tertimbun oleh pohon saat mandi bersama teman sekamarnya termasuk kedua sahabatnya itu, yakni Ibnu dan Khomsun. Kejadian akhir hayat si Ipul sungguh mengenaskan, Ipul tidak hanya tertimbun oleh pohon, tetapi juga badan Ipul yang terlihat seperti bedug itu juga terseret oleh derasnya arus kali keruh itu, sehingga jasad Ipul tidak bisa diselamatkan.

Kini keseharian Ibnu dan Khomsun semenjak di tinggal oleh Almarhum Ipul, mereka selalu meratapi nasib malangnya itu, betapa duka mereka yang amat sangat memuncak, setelah  ditinggal seorang sahabat yang seperti Ipul yang baik hati, dermawan, rajin menabung dan tidak sombong.

Saat bulan bersinar, saat itu pula Khomsun betah bengong duduk sendirian di pojok lapangan AKPER, seakan Khomsun terlihat seperti bukan manusia lagi. Akantetapi tidak lama kemudian si Ibnu datang dari arah utara komplek Al hasan dengan membawa sepiring mendoan. Derap langkah Ibnu semakin mendekat dan semakin terdengar.

“Sun, tahu nggak?, apa yang aku bawa sekarang?”, sapa Ibnu seraya menitil I mendonya yang dibawa itu.

“Mendoan!, terus… gua harus bilng Wow! Gitu?”, jawab Khomsun yang cuek kaya bebek.

“Ya iya donk.. harus!, bila perlu sambil ngupil Sun!, pan ora kiye?”, suguh Ibnu dengan menyodorkan sepiring mendoan itu.

Dengan waktu lima detik Khomsun dapat langung menghabiskan mendoan itu, setelah itu kedua sahabat itu berbincang-bincang.

“Sun, besok jadi ulangan mid gak sih?”, tanya Ibnu.

“Iya jadi lah…! Terus..”,

“Gini loh… Sun, walaupun sudah tidak ada Ipul di antara kita, akantetapi tidak berarti lupus harapan kita!!!. Inget masa depan kita akan bagaimana, dan bagaimana akan nantinya?”, tutur Ibnu.

“Masa iya?”, jawab Khomsun dengan nada panjangnya khas tegal.

“Apalagi kita sudah kelas tiga Sun, cowok lagi bukan cewek… ayolah belajar sing rajin sun!, kita bakalan jadi pemimin lho!”,

“Tapi males ngarti Nu…!”

“Gini wes, saiki pan tetap mikiri nafsu apa pan gawe wong tua seneng, tur juga kalau kamu sukses, tidak hanya kamu sendiri yang senang, aku juga senang sun… walaupun kala itu aku tidak ditakdirkan untuk jadi orang sukses seperti kamu”, terang Ibnu dengan sedikit menggunakan nada curhat gitu (hihihi.. kaya wadon baen senenge curhat).

Suasana hening, satu menit dua menit berlalu, tidak diduga Khomsun menarik lengan si Ibnu, dengan mengucap “Ayo! Kesuksesan kita dimulai dari sekarang! Sukses melawan nafsu syaiton dahulu!”, ajak Khomsun.

Mereka bergegas berjalan cepat menuju kamar untuk mengambil buku mapel yang akan di uji kan pada hari pertama, besok.

Sesampai di kamar…

“Esuk sih.. pelajaranya apa ya Nu?”, taya Khomsun.

“Mbuh kweh… apa ya?, coba takon bocahan wae”,

“Bocahan dah pada turu anteng koh, gak iso di tangik ne geh”, kesuh Khomsun.

Setelah itu, akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke sekolahan, depan lapangan tadi.

Sesampai di sekolahan…

“Oh… besok pelajaranya matematika!”, ucap mereka dengan serempak, seraya menuding jadwal Mid semester yang tertempel di balik kaca kantor TU.

“Sun, sayangnya jadwalnya di tempel di balik kaca y…”, tiba-tiba perkataan Ibnu terpotong oleh omongan Khomsun.

“Stoop! Terus… kalo jadwalnya tidak ditempelnya di balik kaca ini, kamu mau nyobek lalu dibawa ke kamar? Gitu!”, nyerocos Khomsun.

“Hehehe… iya… kok tahu? Kamu dukun ya?”, jawab Ibnu dengan penuh canda.

“Ya donk! Karena… itu memang kebisaan mu!”,

“Oh yah… balik yuks!”, ajak Ibnu untuk kembali ke kamar.

Setiba di kamar…

Naasnya, karena sudah terlalu malam, sekitar pukul 23.00 WIB, anak kamar UGD (nama kamar kedua sahabat tersebut) tidak ingin kalau lampu kamarnya itu dinyalakan, sesekali Khomsun menyalakan lampu itu untuk belajar, tidak hanya satu atau dua orang saja yang bangun, akantetapi seluruh anggota kamar terbangun lalu ngotot-ngotot meminta Khomsun untuk langsung mematikan lampu kamarnya.

“Khomsun… gimana nih?, mau belajar dimana kitta!”, tanya Ibnu.

“oh… aku punya lilin, bagaimana kalo kitta belajar di lapangan yang tadi saja?,”

“bagus… siip!!!”, ujar Ibnu.

Mereka bergegas kembali menuju ke lapangan AKPER yang ketiga kalinya, Ibnu membawa karpet dan selimut, sedangkan Khomsun membawa lilin dan korek dan sebotol minuman air kolam rasa twar 100% asli produk Al Hasan.

Begitulah semangat mereka kokoh berkorbar, demi hanya ingin membahagiakan orang-orang yang menyayanginya. Walaupun ruang dan waktu ataupun sesekali kondisi dan keadaan tidak bersahabat, akantetapi mereka tetap berjuang dan berusaha untuk mencapai kesuksean.

Sahabat memang perlu kawan, sahabat adalah mereka yang mampu membuat kamu tertawa hingga menangis , dan menunggu menangis hingga kamu tertawa.